"adisamitha.blogspot.com"

"adisamitha.blogspot.com"

Jumat, 27 Juli 2012

Metode Pengajaran Langsung

Metode Pengajaran Langsung (MPL) kadang juga disebut sebagai Pe-ngajaran Aktif ( Good & Crows, 1985), Mastery Teaching (Hunter, 1982), dan Explicit Instruction (Rosenshine & Stevens, 1986). meskipun tidak sino-nim kuliah atau ceramah, dan resitasi berhubungan erat dengan metode pe-ngajaran langsung ini.

Muhammad Nur (2001) menyebutkan bahwa pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif, yang dapat diajarkan dengan pola se-langkah demi selangkah. Lebih lanjut disebutkan pula, pengetahuan deklaratif (yang dapat diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang ba-gaimana melakukan sesuatu. Objek Matematika sekolah terdiri atas fakta, prinsip, konsep, dan prosedur yang memungkinkan metode ini bisa digunakan.

Secara garis besar ada 5 (lima) langkah dalam pengajaran langsung. Pada model ini masih berpusat pada guru, meliputi: (1) fase persiapan, (2) de-monstrasi, (3) pelatihan terbimbing, (4) umpan balik, dan (5) pelatihan lanjut (mandiri).

Dilihat peran guru, maka Sintaks Metode Pengajaran Langsung adalah sebagai berikut :
FASE PERAN GURU
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Guru menjelaskan TPK, informasi latar bela-kang pelajaran, pentingnya pelajaran, mem-persiapkan siswa untuk belajar
2.Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan Guru mendemonstrasikan ketrampilan dengan benar, atau menyajikan inforemasi tahap demi tahap
3. Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.
4.Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Mengecek apakah siswa telah berhasil mela-kukan tugas dengan baik, memberi umpan ba-lik.
5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan
penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari.

Metode Missouri Mathematics Project (MMP)

Sebelum melihat MMP, ada baiknya kita mengingat dahulu Struktur Pengajaran Matematika (SPM) karena antara MMP dan SPM hampir sama.

Secara sederhana tahapan kegiatan dalam SPM adalah sebagai berikut:
  1. Pendahuluan (7’): apersepsi, revisi, motivasi, introduksi.
  2. Pengembangan (10’): pembelajaran konsep/prinsip.
  3. Penerapan (23’): pelatihan penggunaan konsep/prinsip, pengembangan, skill, evaluasi
  4. Penutup (5’): penyusunan rangkuman, penugaan.
Adapun Metode MMP yang secara empiris melalui penelitian, dikemas dalam struktur yang hampir sama dengan SPM dengan urutan langkah adalah sebagai berikut (Winarno, 2000):

Langkah 1: Review
- meninjau ulang pelajaran yang lalu
- membahas PR

Langkah 2: Pengembangan
- penyajian ide baru, perluasan konsep matematika terdahulu
- penjelasan, diskusi, demostrasi dengan contoh konkret yang sifatnya piktorial dan simbolik

Langkah 3: Latihan Terkontrol
- Siswa merespon soal
- Guru mengamati
- Belajar kooperatif

Langkah 4: Seatwork
- Siswa bekerja sendiri untuk latihan
- atau perluasan konsep pada langkah 2

Langkah 5: PR
- Tugas PR Soal Review

Metode Pembelajaran Kooperatif

Posamentier (1999: 12) secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika siswa bekerja dalam kelompok adalah sebagai berikut :
  • Setiap anggota dalam kelompok harus merasa bagian dari tim dalam pencapaian tujuan bersama.
  • Setiap anggota dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka pecahkan adalah masalah kelompok, berhasil atau gagal akan dirasakan oleh semua angota kelompok.
  • Untuk pencapaian tujuan kelompok, semua siswa harus bicara atau diskusi satu sama lain.
  • Harus jelas bahwa setiap kerja individu dalam kelompok mempunyai efek langsung terhadap keberhasilan kelompok.
Dengan demikian bukanlah suatu cooperative environment meskipun beberapa siswa duduk bersama namun bekerja secara individu dalam menye-lesaikan tugas, atau seorang anggota kelompok menyelesaikan sendiri tugas kelompoknya. Cooperative learning lebih merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa merasa tidak terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah.

Kelman (1971) menyatakan bahwa dalam kelompok terjadi saling pengaruh secara sosial. Pertama, pengaruh itu dapat diterima seseorang karena ia memang berharap untuk menerimanya. Kedua, ia memang ingin mengadop-si atau meniru tingkah laku atau keberhasilan orang lain atau kelompok tersebut karena sesuai dengan salah satu sudut pandang kelompoknya. Ketiga, karena pengaruh itu kongruen dengan sikap atau nilai yang ia miliki. Ketiganya mempengaruhi, sejauh kerja kooperatif tersebut dapat dikembangkan.

Sementara itu, Slavin (1991) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Lowe (1989) menyatakan bahwa belajar kooperatif secara nyata sema-kin meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar dari teman sekelompoknya dalam berbagai sikap positif. Keduanya memberikan gambaran bahwa belajar kooperatif meningkatkan sikap sosial yang positif dan kemampuan kognitif yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
  
Langkah Pmbelajaran Kooperatif
Terkait dengan metode pembelajaran ini, Ismail (2003: 21) menyebutkan 6 (enam) langkah dalam Model Pembelajaran Kooperatif yakni :

Fase ke – Indikator Tingkah laku Guru
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok -kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6. Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok
 
Beberapa Tipe Pembelajaran Kooperatif
Banyak macam kegiatan belajar berkelompok atau kerja kelompok. Diskusi dan pengembangan komunikasi untuk saling belajar dan menyampaikan pendapat merupakan hal yang dituntut dan sekaligus dipelajari. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mengakar di masyarakat, tetapi tanpa pendi-dikan dan pelatihan hasil yang secara intuitif tentulah tidak sebanyak yang direncanakan. Beberapa tipe pembelajaran kooperatif/kelompok yang dike-mukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988), atau Sharan (1990) adalah sebagai berikut :
  • Circle learning/learning together (belajar bersama)Investigation group (grup penyelidikan)

Posamentier (1999: 12) secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika siswa bekerja dalam kelompok adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota dalam kelompok harus merasa bagian dari tim dalam pencapaian tujuan bersama.
b. Setiap anggota dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka pecahkan adalah masalah kelompok, berhasil atau gagal akan dirasakan oleh semua angota kelompok.
c. Untuk pencapaian tujuan kelompok, semua siswa harus bicara atau diskusi satu sama lain.
d. Harus jelas bahwa setiap kerja individu dalam kelompok mempunyai efek langsung terhadap keberhasilan kelompok.
Dengan demikian bukanlah suatu cooperative environment meskipun beberapa siswa duduk bersama namun bekerja secara individu dalam menye-lesaikan tugas, atau seorang anggota kelompok menyelesaikan sendiri tugas kelompoknya. Cooperative learning lebih merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa merasa tidak terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah.
Kelman (1971) menyatakan bahwa dalam kelompok terjadi saling pengaruh secara sosial. Pertama, pengaruh itu dapat diterima seseorang karena ia memang berharap untuk menerimanya. Kedua, ia memang ingin mengadop-si atau meniru tingkah laku atau keberhasilan orang lain atau kelompok tersebut karena sesuai dengan salah satu sudut pandang kelompoknya. Ketiga, karena pengaruh itu kongruen dengan sikap atau nilai yang ia miliki. Ketiganya mempengaruhi, sejauh kerja kooperatif tersebut dapat dikembangkan.
Sementara itu, Slavin (1991) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Lowe (1989) menyatakan bahwa belajar kooperatif secara nyata sema-kin meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar dari teman sekelompoknya dalam berbagai sikap positif. Keduanya memberikan gambaran bahwa belajar kooperatif meningkatkan sikap sosial yang positif dan kemampuan kognitif yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Langkah Pmbelajaran Kooperatif
Terkait dengan metode pembelajaran ini, Ismail (2003: 21) menyebutkan 6 (enam) langkah dalam Model Pembelajaran Kooperatif yakni:
Fase ke – Indikator Tingkah laku Guru
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok -kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6. Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok

Beberapa Tipe Pembelajaran Kooperatif
Banyak macam kegiatan belajar berkelompok atau kerja kelompok. Diskusi dan pengembangan komunikasi untuk saling belajar dan menyampaikan pendapat merupakan hal yang dituntut dan sekaligus dipelajari. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mengakar di masyarakat, tetapi tanpa pendi-dikan dan pelatihan hasil yang secara intuitif tentulah tidak sebanyak yang direncanakan. Beberapa tipe pembelajaran kooperatif/kelompok yang dike-mukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz (1988), atau Sharan (1990) adalah sebagai berikut:
  1. Circle learning/learning together (belajar bersama) 
  2. Investigation group (grup penyelidikan) 
  3. Jigsaw 
  4. NHT (Numbered Heads Together) 
  5. TAI (Team Assissted Individualization) 
  6. STAD (Student Teams – Achievement Division) 
  7. TGT (Teams Games Tournament)

Metode Penemuan Terbimbing

Sebagai suatu metode pembelajaran dari sekian banyak metode pembelajaran yang ada, penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing siswa jika diperlukan. Dalam metode ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat ‘menemukan’ prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.

Dengan metode ini, siswa dihadapkan kepada situasi untuk menyelidiki secara bebas dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi, dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas siswa dan membantu mereka dalam ‘menemukan’ pengetahuan yang baru tersebut. Metode ini memerlukan waktu yang relatif banyak dalam pelak-sanaannya, akan tetapi hasil belajar yang dicapai tentunya sebanding dengan waktu yang digunakan. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan ‘meng-konstruksi’ sendiri konsep atau pengetahuan tersebut. Metode ini bisa dilakukan baik secara perseorangan maupun kelompok. Beberapa materi seperti menemukan rumus luas lingkaran, dalil Phytagoras, volume tabung, dan sebagainya sangat terbantu dalam menanamkan konsep matematika. Dengan metode Penemuan Terbimbing guru bisa meminimalisir bentuk-bentuk ’pe-ngumuman’ saja dari rumus tersebut, tetapi lebih pada upaya siswa yang diarahkan menemukan konsep itu dibawah bimbingan guru.
Secara sederhana, peran siswa dan guru dalam metode penemuan terbimbing ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Penemuan Terbimbing Peran Guru Peran Siswa
Sedikit bimbingan -menyatakan persoalan - menemukan pemecahan
Banyak bimbingan -menyatakan persoalan -memberikan bimbingan - mengikuti petunjuk - menemukan penyelesaian

Agar pelaksanaan Metode Penemuan Terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru Matematika adalah sebagai berikut:
  1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya. Perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
  2. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya me-ngarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
  3. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.
  4. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat oleh siswa tersebut diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
  5. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan kepada siswa untuk me-nyusunnya. Di samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menja-min 100% kebenaran konjektur.
  6. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar